Cinta kepada Allah merupakan konsekuensi keimanan. Tidak akan sempurna tauhid (peng-Esaan) kepada Allah hingga seorang hamba mencintai Tuhannya secara sempurna. Kecintaa tidak bisa didefinisikan dengan lebih jelas kecualai dengan kata "kecintaan" itu sendiri. Dan tidak bisa disifatkan dengan yang lebih jelas seperti kata "kecintaan " itu sendiri. Tidak ada sesuatu yang esensinya patut dicintai dari segala sisi selain Allah, yang memang tidak boleh ada penyembahan, peribadatan, ketundukan dan kepatuhan serta kecintaan yang sempurna kecuali hanya kepada Allah Swt.
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Katakanlah : “JIka kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. “Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Ali-Imran :31)
Cinta kepada Allah, bukanlah sembarang cinta; tidak ada suatu apapun yang lebih dicintai dalam hati seseorang selain Sang Penciptanya, Kreatornya. Dialah Tuhannya, Sesembahannya, Pelindungnya, Pengayomnya, Pengaturnya, Pemberi rezekinya, dan Pemberi hidup dan matinya. Maka mencintai Allah –subhanahu wa ta’ala- merupakan kesejukan hati, kehidupan jiwa, kebahagiaan sukma, hidangan batin, cahaya akal budi, penyejuk pandangan dan pelipur perasaan.
Tidak sedikit kita membaca sejarah, banyak orang dianggap gila disebabkan oleh kecintaannya kepada Allah Swt. seperti yang dikisahkan seorang pemuda yang dimabuk cinta Allah di zaman Nabi Isa As.
Dikisahkan dalam sebuah kitab karangan Imam Al-Ghazali bahwa pada suatu hari Nabi Isa As bertemu seorang pemuda , melihat kepada Nabi Isa As berada di hadapannya maka dia pun berkata, "Wahai Nabi Isa As, kamu mintalah dari Tuhanmu agar Dia memberi kepadaku seberat semut Jarrah cintaku kepada-Nya."
Berkata Nabi Isa As, "Wahai saudaraku, kamu tidak akan terdaya untuk seberat Jarrah itu."
Berkata pemuda itu lagi, "Wahai Isa As, kalau aku tidak terdaya untuk satu Jarrah, maka kamu mintalah untukku setengah berat Jarrah."
Oleh kerana keinginan pemuda itu untuk mendapatkan kecintaannya kepada Allah Swt, maka Nabi Isa As pun berdoa, "Ya Tuhanku, berikanlah dia setengah berat Jarrah cintanya kepada-Mu." Setelah Nabi Isa As berdoa maka beliau pun berlalu dari situ.
Singkat cerita beberapa lama Nabi Isa As datang lagi ke tempat pemuda yang memintanya berdoa, tetapi Nabi Isa As tidak dapat berjumpa dengan pemuda itu. Maka Nabi Isa As pun bertanya kepada orang yang lalu-lalang di tempat tersebut, dan berkata kepada salah seorang yang berada di situ bahwa pemuda itu telah gila dan kini berada di atas gunung.
Setelah Nabi Isa As mendengat penjelasan orang-orang itu maka beliau pun berdoa kepada Allah Swt, "Wahai Tuhanku, tunjukkanlah kepadaku tentang pemuda itu."
Selesai saja Nabi Isa As berdoa maka beliau pun dapat melihat pemuda itu yang berada di antara gunung-gunung dan sedang duduk di atas sebuah batu besar, matanya memandang ke langit.
Nabi Isa As pun menghampiri pemuda itu dengan memberi salam, tetapi pemuda itu tidak menjawab salam Nabi Isa As, lalu Nabi Isa berkata, "Aku ini Isa As."
Kemudian Allah Swt menurunkan wahyu yang berbunyi, "Wahai Isa, bagaimana dia dapat mendengar perbicaraan manusia, sebab dalam hatinya itu terdapat kadar setengah berat Jarrah cintanya kepada-Ku. Demi Keagungan dan Keluhuran-Ku, kalau engkau memotongnya dengan gergaji sekalipun tentu dia tidak mengetahuinya."
Demikianlah sahabat bacaan madani kisah pemuda yang dianggap gila di sebabkan kecintaanya kepada Allah Swt. mudah-mudahan kecintaan kita kepada Allah Swt setiap saat selalu bertambah. Aamiin.
Terima kasih sudah berkunjung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar